Jenewa (ANTARA) – Amnesty International pada Selasa menyerukan penyelidikan independen atas pembunuhan oleh pasukan keamanan Mesir serta penyiksaan dan pelanggaran hak kebebasan berbicara dan berkumpul.
Penggulingan militer terhadap Presiden Mohamed Mursi pada bulan Juli setelah protes massa terhadapnya melepaskan “tingkat kekerasan politik yang ekstrem”, kelompok yang berbasis di London itu mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
“Antara 14 dan 18 Agustus, setidaknya 1.089 orang tewas, banyak karena penggunaan kekuatan mematikan yang berlebihan, sangat tidak proporsional dan tidak beralasan oleh pasukan keamanan,” kata Peter Splinter, perwakilan Amnesty di Jenewa.
Pasukan keamanan Mesir juga gagal mencegah atau mengakhiri gelombang serangan sektarian yang menargetkan Kristen Koptik, katanya, merujuk pada serangan terhadap minoritas yang merupakan 10 persen dari 85 juta penduduknya.
“Skala pelanggaran hak asasi manusia, termasuk hak untuk hidup, hak atas pengadilan yang adil, hak untuk bebas dari penyiksaan, hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul, menuntut penyelidikan yang mendesak, tidak memihak, independen dan penuh,” kata Splinter, menambahkan bahwa hasil penyelidikan harus dipublikasikan.
Pada hari Senin, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Navi Pillay mengulangi seruannya untuk penyelidikan independen atas pembunuhan tersebut, serta permintaannya untuk mengirim tim ke Mesir untuk menilai situasi.
“Jalan menuju stabilitas di Mesir terletak pada kemampuannya untuk menegakkan supremasi hukum secara inklusif yang memastikan bahwa semua orang Mesir, terlepas dari pendapat politik, jenis kelamin, agama, atau status mereka, diakui sebagai pemangku kepentingan yang sah di masa depan negara mereka,” katanya.